Resensi Novel Pulang Karya Tere Liye




“Berjanjilah kau akan menjaga perutmu dari semua itu, Bujang. Agar …. Agar besok lusa, jika hitam seluruh hidupmu, hitam seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik putih, dan semoga itu. Memanggilmu pulang.” Mamak mencium ubun-ubunku.

Setiap individu manusia di dunia ini memiliki perjalanan hidup masing-masing. Apakah tua-muda, kaya-miskin, pintar-bodoh, sehat-sakit, mereka menciptakan cerita hidup mereka. Setiap individu pun mempunyai cara masing-masing dalam menanggapi terang gelapnya cerita hidup mereka. Karena setiap individu pada dasarnya memiliki lima emosi yang akan muncul sesuai dengan keadaan yang mereka alami. Apakah itu bahagia, sedih, takut, jijik, dan kemarahan. Semua itu ada pada diri manusia dan cerita hidupnya.
Hal itu juga terjadi pada diri Bujang. Seorang anak yang berasal dari pendalaman Sumatera. Perjalanan hidupnya benar-benar di mulai ketika ia berusia 15 tahun. Pada saat itu ia merasa dirinya hanya memiliki 4 emosi di dalam hidupnya, kecuali rasa takut. Namun, hanya menunggu waktu ketika rasa takut itu muncul di dalam dirinya. Perjalanan selama 20 tahun ke depan di dalam hidupnya, akan mengajarkan banyak hal kepadanya, tentang apa itu kesetiaan, janji, keluarga, kerja keras, cinta, prinsip, keberanian, serta Tuhan. Semua itu akan di alami oleh Bujang, hingga akhirnya tiba saat baginya untuk pulang….

Bujang Si Anak Kampung
Saat itu usianya baru 15 tahun, ketika rombongan orang-orang dari kota datang ke kampung tempat tinggalnya. Mereka berencana akan berburu di dalam hutan pendalaman Sumatera. Salah satu dari mereka adalah Tauke Muda, seseorang yang sudah dianggap ayah Bujang sebagai sahabat dan saudaranya. Tauke Muda di kemudian hari akan dikenal oleh Bujang sebagai ayah angkatnya, salah satu orang yang berjasa di dalam hidupnya. Pada usia itulah, perjalanan hidup Bujang yang sesungguhnya di mulai. Untuk pertama kalinya ia akan ikut berburu babi hutan, hingga ia sendirilah yang melawan dan mengalahkan langsung sang raja babi hutan. Tauke Muda yang melihat kejadian itu yakin, Bujang akan menjadi orang kuat dan dihormati oleh orang lain di masa depan.
“Biarkan Bujang ikut Tauke Muda, Midah. Aku Mohon.” Bapak memegang lutut Mamak, menatapnya dengan tatapan memohon, “Biarkan anak kita melihat dunia luar. Dia tidak akan menjadi siapa-siapa di kampung ini. Tidak sekolah. Tidak berpengetahuan. Dia sudah lima belas, entah mau jadi apa dia di sini. Petani? Penyadap getah damar? Dia tidak bisa pulang ke kota kecamatan bertemu Tuanku Imam karena keluarga kau pasti mengusirnya, sama seperti saat mereka mengusirmu.” (Pulang, hal 22)

Pada usia itu pulalah Bujang untuk pertama kalinya keluar dari kampungnya dan pergi ke kota. Ia dibawa oleh Tauke Besar dan di angkat menjadi anak angkatnya (anggota keluarga Tong). Meski awalnya dilarang oleh Mamak, karena khawatir dengan anak satu-satunya, tapi bapaknya, Samad meyakinkan bahwa inilah yang terbaik untuk Bujang. Bujang akhirnya diizinkan ke kota oleh si Mamak. Pada usia itulah, terakhir kalinya Bujang melihat wajah Mamak dan Ayahnya. Namun, sebelum itu ia berjanji suatu hal kepada mamaknya,
“Berjanjilah Bujang, berjanjilah satu hal ini.”
Aku mendongak menatap wajah Mamak yang sembab,
“Kau boleh melupakan Mamak, kau boleh melupakan seluruh kampung ini. melupakan seluruh didikan yang Mamak berikan. Melupakan Agama yang Mamak ajarkan diam-diam jika bapak kau tidak ada di rumah ….” Mamak diam sejenak, menyekat hidung, “Mamak tahu kau akan jadi apa di kota sana …. Mamak tahu …. Tapi, tapi apa pun yang akan kau lakukan di sana, berjanjilah Bujang, kau tidak akan makan daging babi atau daging anjing. Kau akan menjaga perutmu dari makanan haram dan kotor. Kau juga tidak akan menyentuh tuak dan segala minuman haram.” (Pulang, hal 24)

Di kota, Bujang tinggal bersama Tauke Muda. Bujang sangat berharap, tinggal bersama Tauke akan membuatnya seperti kakek dan bapaknya, yaitu tukang pukul yang hebat. Namun, Tauke tidak ingin Bujang hanya menjadi tukang pukul, ia ingin bujang menjadi jagal nomor satu di dunia hitam. Untuk itu, Maka Tauke muda meminta Frans seorang mantan diplomat, dan guru di sekolah Internasional di Ibu Kota untuk mengajar Bujang. Bujang awalnya menerima perintah Tauke untuk belajar, namun, ia bosan dan ingin menjadi tukang pukul, sehingga ia meminta kepada Tauke untuk mengizinkannya menjadi tukang pukul. Tauke yang mendengar permintaan Bujang tersebut tidak terimal. Ia ingin Bujang menjadi orang cerdas, bukan hanya sekedar Tukang pukul. Ditambah lagi janji Tauke kepada orangtua Bujang, yang tidak akan membiarkan Bujang terluka sedikit pun. Namun, Bujang terus memaksa Tauke, hingga Tauke memberikan syarat kepada Bujang. Syarat itu adalah, Bujang harus ikut satu ritual di keluarga Tong yaitu Amok. Ritual itu seperti ajang seleksi bagi seseorang akan menjadi tukan pukul di keluarga Tong. Apabila Bujang dapat bertahan sekurang-kurangnya selama 20 menit, maka ia akan diizinkan berlatih menjadi tukang pukul, jika tidak, ia harus mengikuti perintah Tauke untuk belajar. Dan Bujang akhirnya harus mengikuti  perintah Tauke untuk belajar, karena ia hanya mampu bertahan selama 19 menit, setelah di jatuhkan oleh Basyir, temannya.
Sebenarnya, selain ingin menepati janjinya kepada orangtua Bujang, Tauke tidak ingin Bujang menjadi tukang pukul biasa lantaran ia ingin menjadikan Bujang sebagai penerus bisnis keluarga Tong, meneruskan bisnis shadow economi/black market. Untuk itu, Bujang harus tajam otak. Ia tidak bisa menjadi penerus bisnis keluarga Tong jika hanya mengandalkan otot saja. Namun, berkat bujukan Kopong, salah seorang tukang pukul senior sekaligus sahabat bapak Bujang, Tauke pun akhirnya mengizinkan Bujang untuk berlatih.

Bujang dan Shadow Economi
Keluarga Tong adalah salah satu penguasa shadow economi di Indonesia. shadow economi adalah bisnis illegal di bawah meja seperti pencucian uang, perdagangan senjata, transportasi, porperti, minyak bumi, valas, pasar modal, retail, teknologi mutakhir, hingga penemuan dunia medis yang tidak ternilai, dan semua itu dikendalikan oleh institusi ekonomi pasar gelap.
Shadow economi  adalah ekonomi yang berjalan di ruang hitam, di bawah meja. Oleh karena itu, orang-orang juga menyebutnya black market, underground economy. Kita tidak sedang bicara tentang perdagangan obat-obatan, narkoba, atau prostitusi, judi, dan sebagainya. Itu adalah masa lalu shadow economi, ketika mereka hanya menjadi kecoa haram dan menjijikkan dalam sistem ekonomi dunia. Hari ini, kita bicara tentang pencucian uang, perdagangan senjata, transportasi, porperti, minyak bumi, valas, pasar modal, retail, teknologi mutakhir, hingga penemuan dunia medis yang tidak ternilai, dan semua itu dikendalikan oleh institusi ekonomi pasar gelap….” (Pulang, hal 30)

Dan kedalam bisnis itulah Bujang akan masuk. Setelah ia bisa membuktikan kepada Tauke Besar—yang sebelumnya adalah Tauke Muda—ia bisa lulus menamatkan gelar masternya di Amerika dan telah belajar ilmu ninja dari Guru Bushi dan senjata api dari Salonga, Tauke pun menunjuknya sebagai salah satu jagal nomor satu, kaki tangan langsung Tauke Besar. Tugas Bujang adalah sebagai penyelesai konflik tingkat tinggi. Konfilk itu bisa terjadi di antara sesama keluarga penguasa shadow economi di berbagai Negara atau juga bisa dengan pejabat pemerintah.
Di Keluarga Tong, aku tidak masuk dalam struktur organisasi karena posisiku adalah jagal nomor satu. Aku kaki tangan langsung Tauke Besar. Tugasku spesial, yakni penyelesai konflik tingkat tinggi. Jika Basyir atau Parwez mengalami kesulitan—karena tidak semua masalah bisa diselesaikan hanya dengan kekerasan ala Basyir ataupun hanya dengan negosiasi ala Pawez—aku turun tangan. Atau jika Tauke Besar punya maslah dengan kolega, pemerintah, atau musuh, aku akan mengurusnya sebelum menjadi serius. (Pulang, hal 71)

Konflik-konflik tersebut antara lain ketika Bujang membuat kesepakatan dengan salah satu calon presiden di Indonesia. Bujang sering menyebutnya dengan si nomor dua yang merupakan nomor urut pemilihan calon presiden tersebut. kesepakatan tersebut adalah, apabila calon presiden tersebut terpilih nantinya, maka jangan sekali-kali mengganggu bisnis shadow economi milik keluarga Tong. Apabila kesepakatan tersebut dilanggar, maka yang terjadi adalah penggulingan kekuasaan seperti era reformasi pada tahun 1998.
Konflik selanjutnya adalah konflik yang terjadi antara keluarga Tong dengan penguasa shadow economi di Makau, Keluarga Lin. Keluarga Tong menganggap keluarga Lin telah mencuri salah satu penemuan prototype terbaik mereka dalam bidang medis. Namun, keluarga Lin berkelit, hingga akhirnya Bujang terpaksa harus membicarakan masalah ini kepada pucuk pimpinan shadow economi, Master Dragon, di China. Mendengar permasalahan tersebut, Master Dragon pun memutuskan agar kedua belah pihak keluarga mengadakan pertemuan tanpa campur tangan pihak lain. Tentu hal ini membuat keluarga Lin menjadi marah. Hal itu pun sudah diprediksi oleh Bujang. Ketika ia datang ke markas keluarga Lin, ia memiliki rencana, yaitu dengan membawa beberapa teman-temannya yakni, Kiko dan Yuki, si kembar cucu Guru Bushi dan White yang merupakan anak dari Frans. Pada saat pertemuan tersebut, pimpinan keluarga Lin tidak mau memberikan prototype sehingga Bujang terpaksa membunuhnya. Setelah itu, saat Bujang hendak keluar dari markas keluarga Lin, ia dihadang oleh puluhan bahkan ratusan tukang pukul keluarga tersebut. alhasil, peperangan tak dapat dihindari. Bujang bersama ketiga temannya saling bahu membahu melawan tukang pukul tersebut.

Lima Emosi dan Masa Lalu
Bujang menganggap dirinya hanya memiliki 4 emosi, yaitu bahagia, sedih, jijik, dan kemarahan. Ia menganggap dirinya tidak memiliki rasa takut. Rasa takut itu telah hilang ketika ia melawan sang raja babi hutan. Tidak ada yang ia takuti di dunia ini. Namun, anggapan Bujang salah. Rasa takut itu tidaklah hilang dari dalam dirinya, melainkan rasa takut tersebut memiliki 3 lapisan pertahanan yang apabila ketiga lapisan tersebut hilang, maka ia akan dapat merasakan rasa takut tersebut. ketiga lapisan itu adalah Mamak, Bapak, dan Tauke Besar. Saat lulus SMA, Bujang harus menerima kabar bahwa Mamaknya telah berpulang. Hal itu membuat Bujang sangat terpukul. Maka satu lapisan itu hilang bersama Mamaknya. Lalu, saat setelah ia menamatkan kuliah Masternya di Amerika ia menerima kabar bahwa Bapaknya, yang selama ini mendidik ia dengan keras dan sering memukulinya juga telah pergi meninggalkannya. Maka satu lapis lagi pertahanannya juga hilang. Lapisan terakhir terus bertahan, hingga tiba saat di mana Tauke Besar, ayah angkat Bujang, juga pergi meninggalkannya.
…. Sejak aku menyelamatkan Tauke dari serangan babi raksasa di lereng rimba Sumatera, aku tidak lagi memiliki rasa takut kecuali atas tiga hal, kematian orang terdekatku. Ada tiga lapis benteng rasa takutku. Satu lapis terkelupas saat mamak pergi. Satu lapis lagi terlepas saat bapak pergi. Malam ini—entah ini malam atau siang di luar sana, lapisan terakhirnya telah rontok, ketika Tauke Besar akhirnya mati. Itulah kenapa aku tidak mau membicarakan soal kematian Tauke. Aku tahu persis, itulah benteng terakhir ketakutan yang kumiliki. (Pulang, hal 319)

Di tengah rasa takut tersebut, datanglah seseorang yang hendak membantu Bujang. Dialah Tuanku Imam, seorang ahli agama dari kampung Mamaknya, yang tak lain adalah kakak tertua Mamaknya. Ia bertemu dengan Tuanku Imam ketika ia bersama Tauke Besar dan Parwez, yang juga anggota keluarga Tong, melarikan diri dari sebuah penyerbuan di markas besar keluarga Tong. Mereka melarikan diri melewati lorong rahasia yang dibuat oleh Kopong. Lorong tersebut ternyata tiba tepat di pekarangan rumah milik Tuanku Imam. Bujang, Parwez, dan Tauke Besar akhirnya diselamatkan ke sekolah agama di daerah pinggiran Ibu Kota. Di tempat itu rasa takut menghinggapi Bujang, karena pada saat itu Tauke Besar meninggal. Ia takut tidak dapat menyelamatkan bisnis keluarga Tong yang susah payah Tauke besar bangun. Bujang juga semakin takut mendengar suara adzan.
Tuanku Imam mengetahui Bujang yang takut dengan suara adzan karena saat kecil ia selalu mendapat perlakuan buruk dari Bapaknya jika ketahuan belajar agama, baik mengaji, sholat, maupun adzan. Tauke membantu Bujang mengendalikan rasa takut tersebut dengan menceritakan masa lalu ayahnya, yang sebagian besar juga sudah diketahui Bujang dari cerita Kopong. Bapak Bujang dulunya adalah seorang murid pesantren di kampungnya. Namun, perlahan-lahan ajaran agama hilang dari diri Bapak setelah cintanya kepada Mamak Bujang ditolak oleh tetua agama di kampungnya. Alasannya karena Mamak, yang adalah keturunan ahli agama, tidak sepantasnya menikah dengan Bapak yang adalah keturunan perewa (tukang pukul). Namun, Bapak tidak menyerah. Lima belas tahun kemudian ia berhasi menikah dengan Mamak, meski harus terusir dari kampung dan tinggal di pedalaman Sumatera.
…. “Tapi sungguh jangan dilawan semua hari-hari menyakitkan itu, Nak. Jangan pernah kau lawan. Karena kau pasti kalah. Mau semuak apa pun kau dengan hari-hari it, matahari akan tetap terbit indah seperti yang kita lihat sekarang. Mau sejijik apa pun kau dengan hari-hari itu, matahari akan tetap memenuhi janjinya, terbit dan terbit lagi tanpa peduli apa perasaanmu….”
“peluklah semuanya, Agam. Peluk erat-erat. Dekap seluruh kebencian itu. hanya itu cara agar hatimu damai, Nak. Semua pertanyaan, semua keraguan, semua kecemasan, semua kenangan masa lalu, peluklah mereka erat-erat….” (Pulang, hal 339)

Di tempat itulah, Bujang akhirnya mengetahui bagaimana bisa Tuanku Imam mengenal Tauke Besar dan juga telah mengawasi ia semenjak Bapaknya sudah mulai sakit-sakitan. Kopong yang pernah bercerita tentang masa lalu orangtuanya ternyata meminta bantuan dari Tuanku Imam. Di sana jugalah terungkap nama asli Bujang, yaitu Agam, yang diambil dari nama leluhur keluarga Mamaknya, Tuanku Imam Agam.   

Pengkhianatan dan Kesetiaan
Penyerbuan di markas besar keluarga Tong tersebut di dalangi oleh pengkhianat di dalam keluarga Tong sendiri, Basyir. Bujang bahkan sempat tidak percaya Basyir adalah pengkhianat keluarga Tong. Bahkan ia juga bekerja sama dengan anak tertua keluarga Lin untuk membalas dendam. Basyir menjadi pengkhianat lantaran keluarga Tong lah yang membunuh orangtuanya. Semenjak umur 6 tahun, ia merencanakan semua balas dendam tersebut. ia ingin membunuh Tauke Besar.
Namun, Bujang tidak mau kalah. Ia tetap setia bersama Tauke Besar. Meski ada beberapa tukang pukul keluarga Tong yang membelot dan berbalik menyerang dirinya, namun Bujang bersyukur, masih ada orang-orang yang setia kepada Tauke Besar. Sehingga peperangan antara pengkhianat dengan dirinya dapat ia menangkan.  Bahkan, pada saat peperangan itu pulalah Bujang dapat mempraktekkan ilmu menghilang. Yaitu ilmu tertinggi seorang ninja yang pernah di ajarkan Guru Bushi kepadanya. Alhasil, Bujang lengkaplah bujang sebagai seorang samurai sejati.
“Menyerahlah, Basyir. Aku tidak akan menyakitimu. Kau akan dibiarkan pergi dengan aman. Aku sungguh minta maaf atas kejadian puluhan tahu lalu, saat Tauke Besar membakar rumah kau. Jika aku bisa membalik waktu, aku sendiri yang akan membatalkan kejaidan itu agar kau tetap punya orangtua, punya ibu yang bisa membacakan pepatah lama setiap malam. Tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku tahu rasanya kehilangan orangtua, Basyir. Menyesakkan. Menyakitkan.”  (Pulang, hal 392)

Pulang
Cerita ini diakhiri dengan epilog. Dimana Bujang akhirnya pulang. Bukan hanya pulang untuk melihat makam Mamak dan Bapaknya, tetapi juga pulang kepada panggilan Tuhan.
“Mamak, Bujang pulang hari ini. tidak ke pangkuanmu, tidak lagi bisa menicum tanganmu. Anakmu pulang ke samping pusaramu, bersimpuh penuh kerinduan.
Mamak, Bujang pulang hari ini. Anak laki-lakimu satu-satunya telah kembali. Maafkan aku yang tidak pernah menjengukmu selama ini. Sungguh maafkan.
Mamak, Bujang pulang hari ini. terima kasih banyak atas seluruh didikanmu, walau Mamak harus menangis setiap kali melihat Bapak melecut punggungku dengan rotan. Terima kasih banyak atas nasihat dan pesanmu.
Mamak, Bujang pulang hari ini. Tidak hanya pulang bersimpuh di pusaramu, tapi juga telah pulang kepada panggilan Tuhan. Sungguh, sejauh apa pun kehidupan menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang. Anakmu telah pulang.” (Pulang, hal 400)

Membaca novel ini bisa dikatakan tidaklah mudah. Dengan tebal 400 halaman, butuh waktu sekitar 5 hari bagi saya untuk menyelesaikannya. Saya biasa membaca novel ini disela-sela kesibukan kuliah maupun tugas-tugas. Namun, yang menarik bagi saya dari novel ini adalah suguhan aksi-aksi laganya. Karena, saya memang salah satu penyuka novel dengan adanya adegan-adegan tersebut. selain itu, di dalam novel ini, kita juga dapat mengetahui tetang shadow economi. Selain itu, kita juga dapat mengambil pelajaran-pelajaran hidup dan agama juga yang disisipkan di dalam cerita.  

Komentar

Postingan Populer