Ruang Ketakutan

Hai readers!....

ini adalah salah satu cerpenku, sebenarnya sih aku baru mulai-mulai nulis cerpen. jadi aku berharap banget kritik plus saran dari para readers sekalian :)
Enjoy it!!!


Adalah seorang wanita yang hidup di dalam ruang ketakutan. Ia selalu terjaga, bukan karena tak bisa tidur, namun karena ketakutan yang selalu mengikutinya setiap saat. Setiap hari selama bertahun-tahun ia berjalan tak tentu arah untuk mencari jalan keluar dari ruang ketakutan. Namun, tak ada titik terang yang dapat menunjukkan jalan itu untuknya.

Entah apa yang harus dilakukan wanita itu. Ia merasa frustasi dan memukul-mukul kepalanya. Apa yang harus ia lakukan?. Ia coba untuk berlari, namun dinding ruangan itu menahannya. Ia memukul dan menendang dinding itu, namun tak ada gunanya.

Suatu hari, ia duduk di sudut ruang ketakutannya. Ia menangis, namun bukan karena sakit, melainkan karena kebodohan yang membuatnnya tak dapat hidup bebas. Kebodohan akan ketakutan akan masa lalu. Ia menangis, karena tak pernah sanggup mengumpulkan keberanian di dalam dirinya untuk meruntuhkan dinding ketakutan yang selama bertahun-tahun mengurung tubuh mungilnya.

Hingga tiba saat di mana ia bertekad untuk keluar, meninggalkan ruangan kelam itu. Ia kumpulkan semua tekadnya, ia bangun keberanian di dalam dirinya.

Besar, besar, dan semakin besar hingga ruangan itu tak sanggup untuk menahan besarnya tekad wanita itu.

Perlahan-lahan namun pasti, dinding ruang ketakutan itu retak, makin retak, hingga dinding itu hancur berkeping-keping.

Sang wanita membuka matanya, dan hal pertama yang ia lihat adalah cahaya matahari yang menyilaukan mata, namun hangat di kulitnya. Ia melangkah, matanya mencoba mengenali dunia yang telah lama hilang dari dirinya, dunia yang selama ini ia rindukan. Ia bersujud, mencium tanah pijakannya. Ini yang selalu ia rindukan.


Ia bangkit dan ketika ia menatap ke belakang, tak ada lagi tanda-tanda akan ruang ketakutan, semuanya sirna. Kemana perginya ruangan itu tak pernah ia pedulikan. Kini yang ia inginkan hanyalah menghadap kedepan, lurus menelusuri kehidupannya mendatang, tanpa keraguan, tanpa adanya rasa takut.

Senyum merekah di wajahnya, air mata kebahagiaan mengalir dari mata dan membasahi pipi merahnya. “Ini aku, dan ini duniaku, jalan hidupku berada di tanganku. Akankah itu sedih, takut, ataupun bahagia, semua aku yang menentukan” tekad wanita itu.


Komentar

  1. keren din, kayaknya dhiny punya bakat jadi cerpenis..
    jangan berhenti di sini din, fa tunggu karya selanjutnya :D
    semangaaaaaaaaaaaat >,<

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank's a lot fa...:)
      kalau gk ada lampu merah alias hambatan, dini usahakan untuk gk berhenti fa.....hehehe

      kalau ada yang kurang dari karya din.....jangan segan-segan buat ngasih kritik dan saran ya fa....:D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer